Bravoooo...!!! Sang Penikmat Alam...!!

Bravoooo...!!! Sang Penikmat Alam...!!

Situs ini diciptakan hanya sekadar untuk mencurahkan petualangan hidup sang penulis maupun kegelisahan akan fenomena sosial yang terjadi di bumi pertiwi.....

Saturday 7 April 2012

Gesernya Bandara Adisutjipto

Kebijakan pemerintah Indonesia sejak dahulu seringkali menimbulkan permasalahan bagi masyarakatnya. Adanya perbedaan kepentingan turut memicu munculnya konflik diantara kedua belah pihak. Tak jarang konflik tersebut berujung pada kekerasan. Kenyataan ini kemungkinan lantaran pemerintah seringkali membuat kebijakan dengan pola up-bottom. Itu artinya, pemerintahlah yang cenderung menciptakan atau merancang kebijakan untuk ditujukan kepada masyarakatnya. Padahal belum tentu warga yang dibuatkan kebijakan tersebut mau menerimanya.
Belum lama ini terdengar kabar bahwa pemerintah Indonesia hendak membuat kebijakan baru. Kebijakan ini tentunya menyangkut kepentingan warga masyarakatnya. Kebijakan yang sedang direncanakan ini berupa pemindahan bandara adi sutjipto,Yogyakarta. Bandara tersebut semula berada di daerah kabupaten Sleman, namun kini bandara itu hendak dipindahkan ke daerah Temon, kabupaten Kulonprogo.
Seperti yang dilansir oleh KR,(3/4) lokasi bandara baru pengganti Bandara Adisutjipto hampir dipastikan di Temon, Kulonprogo. Pilihan tersebut telah disampaikan Kementerian Perhubungan kepada Komisi V DPR RI. Keputusan pemindahan ini dikarenakan kapasitas lintasan pesawat tidak bisa lagi mencukupi, sementara tidak ada lahan yang bisa dipergunakan.
Rencana pemindahan bandara ini bukanlah masalah yang simpel layaknya relokasi perumahan kumuh. Tentunya pemindahannya akan mengakibatkan berbagai macam dampak. Baik itu dampak positif ataupun dampak negatif.
Dampak positif biasanya muncul dari aspek ekonomi. Ketika dibangunnya suatu fasilitas public di suartu daerah, maka daerah tersebut hampir dapat dipastikan menjadi arena perekonomian. Apalagi fasilitas publik yang hendak dibangun berupa bandara yang notabene digunakan oleh masyarakat dalam maupun luar daerah. Dengan adanya bandara baru tersebut, perekonomian didaerah temon diharapkan nantinya akan semakin maju.
Selain itu, dampak negatif dari adanya pembangunan tersebut juga dapat timbul ditengah masyarakat. Dampak yang dimaksud dapat berupa potensi sengketa diantara warga lokal dengan pihak pemerintah. Hal ini dikarenakan, pembangunan bandara tentunya membutuhkan area lahan yang cukup luas. Itu artinya, terdapat lahan milik masyarakat maupun pihak lain harus dialih fungsikan. Dengan kata lain, pemerintah akan mengganti lahan masyarakatya guna terwujudnya pembangunan bandara baru.


Permasalahan lahan merupakan hal yang sangat sensitif. Kerapkali sengketa lahan dapat menimbulkan aksi kekerasan. Untuk itu, perlu persiapan yang matang sebelum merealisasikan pembangunan bandara ini. Kesepakatan terkait pembebasan tanah harus diperjelas supaya tidak menimbulkan permasalahan.
Supaya tidak terjadi sengketa diantara kedua belah pihak, makaperlu adanya tindakan antisipasi. Alangkah baiknya apabila pemerintah daerah melibatkan warga masyarakat Temon,Kulonprogo dalam proses pembangangunan bandara. Pola penentuan kebijakan secara bottom-down perlu dilakukan. Dengan kata lain, masyarakat diajak urun rembug dalam mewujudkan kebijakan ini. Toh,nantinya pembangunan ini juga ditujukan untuk meningkatkan kesejahteraan warga masyarakat Temon dan sekitarnya. Untuk selanjutnya, kebijakan yang adil pun dapat terwujud tanpa merugikan pihak manapun. Karenanya, pembangunan suatu bangunan fisik juga memerlukan pembangunan sosial, yakni dengan memperhatikan kepentingan masyartakat yang berada di sekitar bangunan fisik itu.

Tuesday 20 March 2012

Pejalan Kaki di Kota Jogja

Terhanyut aku akan nostalgia, saat kita sering luangkan waktu nikmati bersama suasana Jogja. Sepotong lirik lagu dari kelompok musik Kla Project ini mengingatkan suasana kota Jogja tempo dulu yang nyaman dan sunyi seringkali dirindukan oleh setiap orang. Konon, kota jogja dulu tersohor sebagai kawasan pejalan kaki maupun kawasan sepeda onthel. Tentunya terbayang suasana udara yang segar dan tak ada polusi kendaraan bermotor. Bahkan, obrolan serangga dimalam hari seringkali terdengar kala itu.
Namun, kondisi yang demikian lambat laun mengalami perubahan. Jalanan di kota Jogja kini nampak padat oleh berbagai macam kendaraan bermotor. Hampir sepanjang hari jalan raya tak pernah sepi akan kehadiran manusia yang beraktivitas menggunakan transportasi itu. Hal tersebut terjadi seiring dengan perubahan perilaku masyarakat Jogja yang semakin tinggi tingkat mobilitasnya. Disisi lain, kemajuan teknologi transportasi juga turut serta dalam menyumbang perubahan ini.
Ditengah kepadatan lalu lintas kota Jogja, ternyata ada beberapa pihak yang berjuang menyadarkan masyarakat Jogja untuk kembali berjalan kaki. Beberapa komunitas dan lembaga di Yogyakarta Jum'at kemarin (2/3) meluncurkan program "Jogja Walk Ability City". Program ini dibuat untuk mendorong pemerintah daerah Yogyakarta menyediakan fasilitas yang nyaman bagi para pejalan kaki (KR,2/3/2012). Lantas yang menjadi pertanyaan, ketika pemerintah daerah menyediakan fasilitas yang nyaman bagi para pejalan kaki, apakah hal ini akan mengubah gaya hidup masyarakat jogja dalam bermobilitas?
Untuk itu, perlu kiranya pemerintah daerah mengetahui penyebab masyarakatnya lebih memilih bermobilitas menggunakan kendaraan bermotor daripada berjalan kaki. Faktor lingkungan bisa jadi mempunyai andil yang cukup besar dalam mempengaruhi gaya hidup masyarakat untuk menggunakan kendaraan motor. Faktor tersebut tentunya mempunyai berbagai macam bentuk, Pertama, kurangnya fasilitas trotoar yang layak dan memadai bagi para pengguna jalan kaki. Seringkali trotoar di pinggir jalan justru digunakan oleh warga lain untuk berdagang maupun sebagai tempat parkir. Kenyataan ini kemudian berakibat, para pejalan kaki tidak memiliki ruang yang aman untuk berjalan. Apabila berjalan di jalan raya, keamanan jiwa para pejalan kaki pun dapat terancam oleh para pengendara kendaraan bermotor.
Kedua, lingkungan yang kondusif untuk mendapatkan sepeda motor dengan mudah, turut mempengaruhi perilaku masyarakat kota Jogja. Tak heran, apabila sebagian besar masyarakat memilih untuk memiliki kendaraan bermotor. Alhasil, kemacetan di jalan raya pun terjadi lantaran lebar jalan tak sebanding dengan jumlah motor yang melaluinya.
Di sejumlah negara maju, jumlah pejalan kaki relatif banyak karena mereka memilih jalan kaki ke halte atau stasiun kemudian naik angkutan umum daripada mengendari kendaraan pribadi. Hal tersebut lantaran penggunaan kendaraan pribadi lebih mahal daripada menggunakan transportasi umum. Untuk itu, penekanan terhadap laju pemasukan kendaraan bermotor di kota Jogja perlu ditekan seminimal mungkin. Tanpa adanya penekanan tersebut, sulit kiranya untuk mengubah gaya hidup masyarakat Jogja supaya berjalan kaki.
Ketiga, kurangnya jumlah angkutan umum dengan harga terjangkau yang dikelola secara baik. Tak dapat dipungkiri bahwa mobilitas warga jogja semakin tinggi. Untuk itu, perlu diadakan transportasi umum yang relatif terjangkau serta mampu mengantar para pejalan kaki sampai ketujuan secara tepat waktu.
Alangkah baiknya apabila pemerintah daerah kota Jogja memperhatikan ketiga hal tersebut sebelum mengubah gaya hidup “berkendaraan motor” menjadi “berjalan kaki”. Hal ini lantaran gaya hidup merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat. Padahal,bentuk dari kebudayaan seringkali dipengaruhi oleh kondisi lingkungan sosial maupun fisik. Oleh karena itu, sebelum mengubah gaya hidup yang merupakan bagian dari kebudayaan masyarakat, perlu kiranya pemerintah daerah Yogyakarta mengubah kondisi lingkungan di sekitar masyarakatnya.

Wednesday 11 January 2012

Saya Berinternet maka Saya Ada

Sebagai manusia yang hidup diera globalisasi, relasi kita dengan jaringan internet seolah tak dapat dipungkiri. Kapan pun dan dimanapun, entah itu di rumah, taman ataupun di kampus, jaringan internet selalu hadir melalui teknologi yang kita miliki. Keberadaan “makhluk” bernama internet memang sudah cukup lama hadir ditengah masyarakat global, khususnya di Indonesia. Kemunculan internet tersebut diperkirakan hadir pertama kali sekitar tahun 1990an dan hanya dikenal dengan lingkup yang terbatas. Namun, seiring perkembangan zaman, jaringan internet kian meluas hampir ke berbagai sudut wilayah di bumi pertiwi.
Keberadaan internet ditengah masyarakat Indonesia membawa perubahan tersendiri bagi kehidupannya. Salah satunya yakni timbulnya kebiasaan masyarakat Indonesia didalam mengakses jaringan internet. Kenyataan itu terutama menjangkit dikalangan kaum muda. Hal ini terbukti ketika hampir setiap hari mereka berusaha mencari akses guna menelusuri dunia maya melalui jaringan internet. Apalagi saat ini fasilitas teknologi yang mampu untuk mengakses internet kian marak dimiliki oleh kaum muda, misalnya saja telpon pintar, notebook,netbook dan lain sebagainya. Fenomena tersebut merupakan hal yang biasa dan dapat kita lihat di perguruan tinggi,misalnya aja, mahasiswa duduk berjejer di pelataran kampus dengan laptop didepannya, sambil sibuk mengoperasikannya. Oleh karena itu, tidaklah mengherankan apabila kaum muda cenderung akrab dengan jaringan internet.
Jaringan internet sebagai sebuah produk teknologi informasi cenderung mampu memberikan layanan yang dapat memikat para konsumennya. Salah satu layanan yang dihasilkan internet yaitu munculnya jejaring sosial ditengah kaum muda. Sepertihalnya internet, kehadiran jejaring sosial ternyata juga disambut meriah oleh pemuda Indonesia. Kedatangan jejaring sosial dapat dikatakan popular lantaran diminati oleh sebagian besar masyarakat.
Disisi lain jejaring sosial justru menjadi trend tersendiri. Trend jejaring sosial ini semakin booming dikalangan anak muda, khususnya di Indonesia dimana hampir setiap remaja memiliki akun jejaring sosial,misalnya saja facebook ataupun twitter.
Kaum muda seolah menjadi sasaran adanya pasar jejaring sosial yang notabene produk global. Fakta tersebut senada dengan apa yang dipaparkan oleh Irwan Abdullah (2010) bahwasanya kaum muda merupakan pasar yang potensial bagi produk global. Akibatnya, saat ini kaum muda tergolong sangat mudah didalam menerima perubahan, terutama yang menyangkut kemajuan teknologi.
Jejaring sosial seolah menjadi wahana baru untuk berinteraksi antar orang, dimana didalamnya menyimpan banyak hal yang menarik. Cukup dengan berbekal komputer dan koneksi jaringan internet, seseorang sudah mampu menikmati jejaring sosial. Jarak dan ruangpun seolah bisa ditembus dengan sarana ini. Alhasil, kedatangan jejaring sosial mampu merubah perilaku masyarakat. Salah satunya yakni timbulnya kecenderungan pengguna jejaring sosial dalam menunjukkan eksistensi dirinya. Lantas, bagaimana kegiatan mengonsumsi jejaring sosial dijadikan wadah guna menunjukkan eksistensi penggunanya kedalam media jejaring sosial?
Menjangkitnya Konsumsi Jejaring sosial
Sebagai makhluk hidup yang hadir dijaman modern, manusia cenderung tidak dapat dilepaskan dari suatu relasi terkait dengan barang konsumsi. Kapanpun dan dimanapun, entah itu di jalan raya, bandara udara, stadion olahraga, bahkan di dalam rumah kita sendiri, aktivitas konsumsi akan selalu hadir sebagai sebuah solusi bagi seluruh permasalahan (Soedjatmiko,2008). Karenanya manusia akan selalu berusaha untuk memenuhi kebutuhannya. Aktivitas pemenuhan kebutuhan hidup itu tentunya tidak dapat dilepaskan dari adanya kegiatan konsumsi. Oleh karena itu, aktivitas konsumsi akan selalu melekat dalam kehidupan manusia.
Kegiatan konsumsi sulit dipisahkan dari adanya pemakaian atas suatu barang ataupun jasa. Sebagaimana yang dipaparkan oleh Raymond Williams bahwa konsumsi adalah merusak (to destroy), memakai (to use up), membuang-buang (to waste), dan menghabiskan (to exhaust) ( dalam Featherstone,2008:48). Dalam pengertian ini, konsumsi dapat diartikan sebagai suatu kegiatan yang memakai ataupun menghabiskan nilai guna suatu barang ataupun jasa. Dengan demikian, kegiatan mengakses jejaring sosial dapat dikatakan sebagai aktivitas konsumsi. Karenanya, kegiatan tersebut berimbas pada penghabisan nilai guna suatu jasa.
Seringkali kita melihat bahwa kegiatan mengonsumsi jejaring sosial kini telah menjadi suatu kebiasaan dikalangan kelompok tertentu, terutama dikalangan kaum muda. Hal ini dapat diamati ketika sebagian besar dari mereka setiap hari meluangkan waktunya untuk mengonsumsi jejaring sosial. Entah itu hanya sekadar menengok pesan yang masuk ataupun memposting sebuah status.
Aktivitas yang demikian semakin mudah dilakukan oleh kaum muda. Apalagi kegiatan tersebut saat ini telah didukung dengan fasilitas yang cukup canggih, yakni dengan kehadiran telpon selular yang dapat digunakan untuk mengakses jaringan internet. Jejaring sosial pun kini seolah berada didalam genggaman tangan. Disisi lain, perkembangan media masa juga turut andil dalam aktivitas konsumsi jejaring sosial, yakni ketika fasilitas Facebook ataupun Twitter yang dapat diakses melalui hand phone dipertontonkan melalui iklan. Melalui iklan tersebut, para pemilik produk seolah mengindoktrinasi bahwa “kaum muda identik dengan konsumsi jejaring sosial”. Akibatnya dapat kita lihat, konsumsi jejaring sosial dikalangan kaum muda semakin meningkat seiring dengan perkembangan teknologi informasi.
Perilaku pengguna dalam mengonsumsi jejaring sosial
Sepertihalnya yang diketahui sebagian besar orang, bahwa jejaring memberikan layanan yang murah dan mempermudah komunikasi jarak jauh. Kemudahan dalam mengakses jejaring sosial, dan fitur yang cukup lengkap menjadi keunggulan dari produk tersebut. “Status Updates” merupakan fitur yang paling digemari dikalangan pengguna jejaring sosial. Dengan “status updates” pengguna dapat mencurahkan isi hati, pikiran, dan berbagai macam cerita dalam diri masing-masing. Hal ini kemudian dapat direspon oleh temannya dengan cara mencantumkan “comment” dibawah “status update” tersebut. Mereka juga bisa mengetahui secara langsung apa yang sedang dipikirkan oleh temannya melalui status yang ditulisnya kedalam fitur News feed (facebook) atau Time Line (twitter). Alhasil, timbulah suatu komunikasi antar sesama pengguna jejaring sosial.
Selain itu, para pengguna jejaring sosial juga difasilitasi dengan fitur “upload”. Didalam fitur ini, penggunanya dapat mengunggah koleksi foto yang dimilikinya. Koleksi foto yang diunggah oleh para pengguna jejaring sosial biasanya merupakan dokumen atas kegiatan didalam kehidupan nyata. Mereka pun seolah juga dituntut untuk selalu menampilkan foto profilnya yang terbaru. Tak jarang mereka menampilkan gaya terbaiknya kedalam foto tersebut.
Konsumsi jejaring sosial sebagai wadah eksistensi diri
Apabila meliahat kenyataan diatas, kemunculan jejaring sosial ternyata tidak hanya digunakan untuk sarana komunikasi. Namun, beberapa pengguna jejaring sosial menggunakan media tersebut sebagai wadah untuk menunjukkan eksistensi dirinya. Kegiatan yang mampu menunjukkan eksistensi atas dirinya pun bisa dilakukan dalam berbagai macam bentuk.
Pertama, aktivitas menuliskan status ke dalam jejaring sosial. Dengan menuliskan status, tentunya pengguna menyadari bahwa statusnya tersebut akan dibaca oleh para pengguna yang lain yang notabene merupakan teman didalam situs jejaring sosial. Akibatnya, tak jarang para pengguna yang lain memberikan komentar ataupun sekadar memberikan tanda “menyukai” ke dalam status tersebut. Semakin banyak pengguna lain memberikan komentar ataupun tanda “menyukai” yang dicantumkan kedalam statusnya, maka si pengguna tersebut biasanya cenderung merasa keberadaan dirinya diperhatikan oleh temannya. Bahkan, tak jarang pula beberapa pengguna jejaring sosial meminta temannya untuk mengomentari atau hanya sekadar memberikan tanda “menyukai” kedalam status yang telah ditulisnya.
Kedua, adanya fitur “upload” juga turut serta memfasilitasi penggunanya untuk mewujudkan eksistensinya di dunia jejaring sosial. Melalui fitur tersebut, pengguna seringkali mengunggah beberapa foto berupa aktivitasnya didalam dunia nyata. Dengan kata lain, pengguna tersebut membuat semacam pameran foto atas kegiatannya sehari-hari. Foto yang dipamerkan itu tentunya bisa ditonton oleh teman dijejaring sosialnya. Alhasil, perilaku pengguna jejaring sosial yang acapkali mengunggah foto aktivitasnya sehari-hari seolah ingin menunjukkan ini lah “aku” . Itulah sebabnya fitur “upload” didalam jejaring sosial cenderung menjadi media untuk menunjukkan keberadaan maupun kebiasaan yang dilakukannya dikehidupan nyata.
Kesimpulan
Aktivitas mengonsumsi jejaring sosial ternyata tidak hanya sebatas digunakan sebagai sarana berkomunikasi. Namun, ternyata para pengguna jejaring sosial memiliki tujuan yang secara implisit terkandung didalam perilakunya. Tujuan yang terkandung tersebut berupa penggunaan media jejaring sosial sebagai wahana untuk menunjukkan eksistensi dirinya ke dalam dunia maya, baik itu melalui ekpresi tulisan yang berupa status ataupun ekspresi unggahan foto yang dimasukkan kedalam situsnya.
Kenyataan itu dikarenakan, didalam dunia jejaring sosial tersebut, mereka mampu melontarkan maupun berbagi pendapat dengan temannya yang lain. Maka dari itu, tidaklah mengherankan apabila aktivitas mengonsumsi jejaring sosial menjadi pilihan tersendiri sebagai upaya untuk menunjukkan keberadaan atas dirinya di dunia maya. Untuk itu, respon yang diberikan temannya terhadap status yang telah ditulis mempunyai peran yang cukup penting bagi keberadaan dirinya. Hal ini lantaran tindakan mencantumkan komentar ataupun tanda “menyukai” kedalam status seseorang secara tidak langsung mengakui eksistensi daripada si pembuat status.

Sumber Referensi :
Abdullah, Irwan.2010. Konstruksi dan Reproduksi Kebudayaan.Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Featherstone, Mike.2008.Posmodernisme dan Budaya Konsumen.Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Soedjatmiko, Haryanto.2008.Saya Berbelanja maka Saya Ada.Yogyakarta:Jalasutra.